8 Pendekatan Dakwah Untuk Kaum Millennial dan Centennial

Struktur penduduk yang didominasi oleh usia produktif (15-64 tahun) menyebabkan Indonesia mengalami apa yang disebut dengan bonus demografi.

Paling tidak ada dua kelompok generasi yang mewakili usia produktif dan menjadi tulang punggung masa depan Indonesia.

Dua generasi inilah yang akan menjadi pemimpin di berbagai tingkatan dan membuat kebijakan yang mewarnai dan membawa Indonesia akan seperti apa di masa depan.

Pertama, mereka yang lahir pada kisaran tahun 80 an hingga tahun 1996 yang disebut juga dengan generasi Y atau akrab disapa dengan generasi milenial.

Sedangkan generasi penerus mereka ialah yang lahir sejak tahun 1997 hingga tahun 2012 yang disebut sebagai Gen-Z atau generasi centennial.

Meski ada perbedaan karakter satu sama lain, kedua generasi ini punya kesamaan yakni akrab dengan teknologi, internet dan media sosial terutama generasi kedua yang disebut di atas.

Sisi lain, mayoritas penduduk Indonesia dikenal relijius. Bahkan berdasarkan riset, agama masih jadi pertimbangan, tolok ukur serta dianggap penting untuk menjadi tuntunan bagaimana menjalankan kehidupan di berbagai sektor.

Dari sini kemudian, kita bisa berkata bahwa dakwah Islam yang rahmatan lil’alamin, berwawasan kebangsaan serta moderat (wasahatiyah) menemukan urgensinya dan memiliki posisi yang sangat strategis untuk mewarnai Gen-Y dan Gen-Z.

Lalu pendekatan dakwah seperti apa yang cocok untuk dua generasi tersebut?

1. Practicality (Praktis)
Materi atau konten yang disampaikan selain memberikan pemahaman yang utuh, mampu menyuguhkan gagasan atau ide yang terukur alias tidak mengawang-ngawang. (Foto: FreePik)

Dan yang lebih penting, konten mesti relate dengan kehidupan mereka serta bisa diaplikasikan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Novelty (Kebaruan)
Generasi ini punya rasa ingin tahu yang tinggi (generasi kepo), sebab informasi sudah jadi konsumsi hariannya. Semua stakeholder dakwah dituntut untuk terus melakukan inovasi atau hal yang bersifat baru. (Foto: FreePik)

Bukan hanya itu, konten dan model dakwah perlu terus up to date sesuai tantangan zaman serta dikemas sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.

3. Creativity (Kreatif)
Generasi ini juga selalu berfikir out of the box. Ciri mereka adalah kreatif. Maka konten maupun pendekatan yang dilakukan mesti mengandung unsur kreativitas. (Foto: FreePik)

Kreativitas memerlukan critical thinking skill, kepekaan emosi, daya imajinasi, motivasi, inovasi dan memiliki sudut pandang baru, serta kombinasi dan hubungan baru.

4. Interactivity (Interaktif)
Bisa dibilang generasi ini tidak menyukai komunikasi satu arah. Mereka lebih menyukai komunikasi dua arah. (Foto: FreePik)

Maka banyak bermunculan acara yang sifatnya ngobrol dan diskusi yang bisa melibatkan mereka secara aktif, baik secara offline maupun online.

5. Authenticity (Otentik)
Menampilkan diri secara otentik artinya tidak dibuat buat. Kuncinya mampu mengenali keunggulan dan potensi diri yang jadi kekuatan untuk mendekati kaum ini. (Foto: FreePik)

Otentik bukan sekedar asli, tapi juga dikenal mampu memberikan manfaat dan menghadirkan solusi atas problem yang dialami generasi ini.

6. Connection (Koneksi)
Mereka dikenal sebagai native digital yang terbiasa terkoneksi dengan berbagai dunia luar dan bersentuhan dengan banyak hal. (Foto: FreePik)

Maka memiliki channel yang mudah diakses untuk melayani mereka dan membangun engagement yang kuat mutlak diperlukan.

7. Collaboration (Kolaborasi)
Sekarang adalah eranya kolaborasi. Sinergi positif dari berbagai pihak akan menarik generasi ini yang memang senang memperluas jaringan. Di samping adanya kesan yang menarik dan lebih combinative serta prestisius. (Foto: FreePik)

Di saat yang sama, kolaborasi yang dijalin bisa memperkaya pengalaman dan sumber daya serta memberikan banyak inspirasi.

8. Benefits (Manfaat)
Apapun yang diusahakan dalam berdakwah mesti berlandaskan paa benefit orientation. Artinya bisa memberikan manfaat seoptimal mungkin bagi manusia seutuhnya. (Foto: FreePik)

Mulai dari emotional benefit (manfaat emosional), spiritual benefit (manfaat spiritual), hingga functional benefit (manfaat fungsional) sesuai konten, produk atau aktivitas dan kolaborasi dakwah yang dilakukan.

Untuk melihatnya secara lebih jelas, perlu mengenal generasi ini lebih lanjut bagaimana karakter, kebiasaan, kesukaan, hingga paradigmanya.

Kendati demikian, apa yang tersebut di atas bukan jaminan berhasilnya dakwah. Karena yang memiliki otoritas berhasil tidaknya dakwah sejatinya ialah Allah Al Hady (Yang Maha Memberi Hidayah).

Oleh karena itu dakwah perlu dilandasi kebersihan qalbu dan penyucian jiwa sebagai modal primer dalam berdakwah. Sebagaimana tuntunan dakwah yang disebutkan dalam surah Al Muddassir: 1-7.

Wahai orang yang berkemul (berselimut)!
bangunlah, lalu berilah peringatan!
dan agungkanlah Tuhanmu,
dan bersihkanlah pakaianmu,
dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji,
dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
Dan karena Tuhanmu, bersabarlah.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______
Rekomendasi