Beragama Itu Mudah, Jangan Persulit Diri

Kemudahan adalah salah satu karakteristik ajaran Islam. Agama hadir bukan untuk mempersulit manusia. Agama sudah semestinya menjadi jawaban bagi aneka problem kehidupan, sebagaimana firman Allah Swt.

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ

Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Al Hajj: 78).

Jadi termasuk rahmat Allah Swt ialah tidak ada syariat dalam agama yang memberatkan atau membuat kesempitan. Lihat saja sebagian kaidah fiqih di bawah ini yang menekankan kemudahan dalam beragama.

الضرر يزال

Kemudharatan mesti dihilangkan.

المشقة تجلب التيسير

Kesulitan bisa menarik atau mendatangkan kemudahan.

Di ayat yang lain ditegaskan bahwa Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Al Baqarah: 286). Dari sini bisa dengan mudah kita pahami bahwa agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ini dibangun atas dasar kemudahan dan keringanan bukan kesukaran dan kesempitan.

Oleh sebab itu, Allah Swt tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuan. Sehingga jika ada sesuatu dalam agama yang memberatkan atau tidak sanggup untuk melaksanakannya selalu tersedia kelapangan dan jalan keluarnya.

Yang tidak mampu berpuasa, boleh tidak berpuasa dan menggantinya dengan fidyah. Yang tidak mampu shalat berdiri bisa dalam keadaan duduk. Yang belum punya pasangan atau belum menikah, bisa berpuasa untuk menjaga diri dan kesuciannya.

يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Al Baqarah: 185).

Sikap Beragama Yang Diajarkan Nabi Muhammad
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا

Sesungguhnya agama itu mudah. Siapa pun yang membuat agama menjadi berat akan dikalahkannya. Maka luruskanlah (kerjakan dengan benar), dekatilah (kerjakan yang mendekati kesempurnaan), dan berilah kabar gembira. (HR. Bukhari).

Dalam Fathul Bari, dijelaskan bahwa “saddiduu” maknanya tawasshut di dalam amal perbuatan, tidak ifrath dan tidak pula tafrith. Tidak ifrath artinya tidak berlebih-lebihan dalam agama. Sedangkan tidak tafrith maknanya tidak mengurangi ajaran agama.

Baca juga: Ketika Nabi Mengkritik Sahabat Yang Ibadahnya Ekstrem

Adapun “qaribuu” maksudnya ketika tidak mampu sempurna dalam beramal maka lakukanlah yang mendekati. Dengan kata lain jangan mengejar kesempurnaan dalam beramal, tetapi optimal sesuai kemampuan.

Sedangkan “absyiruu” berilah kabar gembira dengan pahala atas amalan yang dilakukan secara kontinu meski sedikit. Termasuk memberi kabar gembira bagi mereka yang tidak mampu beramal secara sempurna.

Hadis ini mengajarkan kepada kita agar beragama secara benar dan lurus. Beragama yang tidak berlebih-lebihan atau mengurangi ajaran dan kandungannya.

Sikap beragama yang diajarkan Nabi Muhammada Saw juga bukan untuk mengejar kesempurnaan karena itu akan memberatkan. Tetapi lakukanlah seoptimal mungkin sesuai kemampuan.

Di sini pentingnya washatiyah dalam beragama. Beragama dengan ilmu, kontrol diri dan kehati-hatian, tidak sekadar mengandalkan semangat keagamaan. Pandai-pandailah mengukur diri dan kemampuan, lakukan sesuai skala prioritas.

Selanjutnya ialah beragama mesti dilandasi hati yang gembira akan rahmat Allah Swt. Sebab kemudahan dalam beragama dan mudah dalam menjalankan agama juga merupakan anugerah dari-Nya. Oleh sebab itu senantiasa berilah kabar gembira, jangan menakuti orang lain dengan sesuatu yang memberatkan dan menyulitkan. Perkenalkan dan lebih tonjolkan sifat kasih sayang Allah ketimbang murka-Nya.

قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 58).


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______
Rekomendasi