In Memoriam, KH. Abdul Rosyid Effendi, BA.

Setelah pamit, Umi Ida merasakan perasaan lain. Kyai Effendi terlihat sangat lelah saat perjalanan kembali ke Jakarta. Sepertinya ini adalah perjalanan jauh terakhir. Apa maksud Pangersa Abah memegang erat amplop tersebut. “Jangan-jangan itu adalah amplop terakhir Kyai Effendi kepada Abah” itulah getar perasaan yang timbul dalam batin Umi Ida.

Keesokan malamnya, malam Jum’at, ada manaqib di rumah putri keduanya, Nurita. Kyaii Effendi tetap hadir seperti biasa, namun beliau tidak kuasa bertugas, dan menyerahkan prosesi manaqib kepada ustadz-ustadz yang hadir.

Hari Sabtu Subuh, Kyai Effendi terlihat sesak napas. Umi Ida sudah bersiap untuk melakukan shalat berjama’ah dan menunggu Kyai Effendi, namun tunggu punya tunggu beliau tak juga masuk untuk shalat subuh. Saat Umi Ida menghampirinya ke ruang tengah, dijumpainya kondisi Kyai sedang tersengal-sengal. Seketika itu juga Umi Ida memanggil anak dan menantunya, meminta pertolongan.

Segera Kiyai Effendi dibawa ke RS Triadipa. Vonis dokter harus dirawat. Sehubungan dengan kondisi ruang inap yang tidak layak, perawatan kemudian dipindahkan ke RS Islam Cempaka Putih. Selama satu minggu beliau mendapatkan perawatan intensif dan diawasi oleh dokter ahli penyakit internis. Ternyata peralatan di RS Islam Cempaka Putih juga tidak memungkinkan untuk tindakan lanjutan atas penyakit Kyai Effendi, lalu pihak RS berkonsultasi dengan salah seorang profesor yang biasa menangani penyakit jenis tersebut. Akhirnya Kyai Effendi dipindahkan ke RS Persahabatan Rawamangun.

Di RS Persahabatan, Kyai Effendi langsung dimasukkan ke Ruang ICU untuk selanjutnya menunggu tindakan operasi. Dari kediaman beliau salah seorang anaknya berusaha berkomunikasi dengan Pangersa Abah Anom melalui salah satu asistennya. Anak beliau memohon untuk dido’akan oleh Pangersa Abah, bahwa Kyai Effendi akan dioperasi. Jawaban dari Pangersa Abah, “Gak usah, pulang saja!”

Mendapat jawaban tersebut, ia langsung menghubungi keluarga yang ada di RS. Di RS semua keluarga bingung atas informasi tersebut, sedangkan semuanya sudah dipersiapkan dan tinggal ambil tindakan. Peralatan semua sudah dibayar dengan harga yang tidak murah. Dalam kondisi bingung itu, tiba-tiba dari ruang operasi ada suara ketukan dari tim medis, isyarat agar salah seorang keluarga masuk ke ruang operasi.

Di hadapan anaknya, Kyai Effendi berkata, “Barusan Abah hadir! Aku tidak usah dioperasi!”

Begitulah, pada akhir hayatnya, Kyai Effendi banyak disibakkan karamah Wali Mursyid. Dan beliau batal diambil tindakan operasi. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada 18 Mei 2005, didampingi dua wakil talqin, KH. Nur Anom Mubarok dan KH. Wahfiudin, diiringi lantunan Shalawat Bani Hasyim.

Selama persemayaman dikediamannya, tidak henti-hentinya orang-orang berbondong-bondong datang melayat dan memberikan penghormatan terakhir. Hampir seluruh ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di Jakarta datang silih berganti berdzikir tahlil dan khataman serta melakukan shalat jenazah. Terakhir beliau dishalatkan di masjid tidak jauh dari kediamannya. Seluruh ruangan shalat penuh sesak. Masya Allah, begitu mulianya beliau di benak ikhwan-akhwat TQN Jakarta dan warga masyarakat umum. Jenazah beliau kemudian dibawa ke kawasan Cijeruk-Bogor, untuk dimakamkan di samping pusara ibunda tercintanya.

Panah sang Busur itu kini telah kembali, dijemput oleh para malaikat Allah. Bersiap menghadapi kenikmatan-kenikmatan selanjutnya di kehidupan alam ‘Uluwi.

(Hasil wawancara dengan Umi Hj. Ida Saodah pada 21 April 2010 jam 14.00 – 15.30 WIB).


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______
Rekomendasi